Lombok Barat, NTB – (BPBD) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) saat ini tengah bergerak cepat menyusun Rencana Kontingensi (Renkon) untuk menghadapi ancaman gempa bumi. Langkah ini menyusul rampungnya Renkon bencana banjir sebelumnya, sebagai upaya masif untuk memastikan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terlibat aktif dalam manajemen kebencanaan, Rabu 19 November 2025.
Sekretaris BPBD Lobar, Khalid, SH menekankan bahwa Renkon berfungsi untuk mendorong dan menjamin keterlibatan OPD lain agar penanganan bencana tidak semata-mata menjadi tugas BPBD.
“Fungsi secara umum Renkon ini adalah kita memastikan atau mendorong keterlibatan OPD-OPD lain dalam hal penanganan kebencanaan. Jadi, penanganan kebencanaan itu sesungguhnya tidak hanya tugas BPBD saja, tapi itu secara umum bisa kita kerjakan oleh banyak orang,” ujar Khalid.
Menurut Khalid, implementasi Renkon memungkinkan program dan kegiatan di OPD lain, seperti Dinas Sosial, Dinas PU, Dinas Kesehatan, dan instansi lainnya, dapat berfungsi sebagai dukungan (supporting) penanganan bencana. Ini memastikan adanya kolaborasi yang terukur dan efektif.
“Kami pastikan melalui Renkon itu, komunikasi kami dengan teman-teman OPD yang memiliki tugas beririsan dengan penanganan kebencanaan itu dilaksanakan dengan baik. Di Renkon itu, kapasitas kami dalam menghadapi bencana itu terukur dan jelas,” tegasnya
Khalid juga menyoroti landasan hukum penanganan bencana yang mengacu pada konsep Pentahelix, yang melibatkan lima unsur penting: Pemerintah, Masyarakat, Dunia Usaha, Akademisi, dan Media.
Dalam konteks ini, peran media massa dianggap sangat strategis untuk diseminasi informasi kebencanaan.
“Media sangat penting untuk desiminasi informasi terkait kebencanaan. Entah itu edukasi terhadap masyarakat mengenai bagaimana mitigasi bencana, atau informasi tentang daerah-daerah rawan bencana. Makanya fungsi dari Media Massa disini sangat strategis,” harap Khalid.
Salah satu fokus utama BPBD Lobar adalah memastikan pembangunan infrastruktur tidak meningkatkan risiko bencana. Khalid memberikan contoh kasus pentingnya koordinasi dengan Dinas PU atau perizinan.
“Ketika PU mau memberikan izin atau perizinan mau memberikan izin kepada pengembang perumahan, di situ harusnya dilihat, di situ rawan banjir atau tidak. Dipelajari dulu,” jelasnya.
Ia menambahkan, percuma membangun proyek besar dengan nilai investasi tinggi jika lokasi tersebut memiliki kajian risiko bencana yang tinggi, sebab pembangunan tersebut rentan hancur dalam waktu singkat.
“Itu termasuk dari manajemen risiko. Pentingnya kajian risiko ini dalam hal pembangunan. Karena berdasarkan pengalaman, bencana-bencana alam itu sering menimpa yang memang dasarnya tidak ada kajian risiko bencana,” tutup Khalid.
Selain Renkon, BPBD Lobar juga menjalankan program Keluarga Siaga untuk mendongkrak pengetahuan mitigasi masyarakat. Saat ini, BPBD juga fokus menyelesaikan pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana).
“Tahun ini baru berjalan di 4 Desa. Yang kemarin sudah kita tuntaskan itu Desa Lelede dan Desa Dasan baru. Besok ini di Kecamatan Labuapi, 2 Desa lagi akan kita selesaikan,” pungkas Khalid.












