Lombok Barat, NTB – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (BP3KB) Kabupaten Lombok Barat mencatat tren positif dalam penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2024. Meskipun demikian, data dari BP3KB menyoroti fakta mengejutkan mengenai lokasi dan pelaku kekerasan, yang didominasi oleh lingkup rumah tangga, Jum’at 14 November 2025.
Kepala Dinas BP3KB Lombok Barat, Arif Suryawirawan, mengungkapkan bahwa upaya pencegahan dan sosialisasi perlu ditingkatkan, terutama pada edukasi pola asuh yang baik dalam keluarga.
Arif Suryawirawan memaparkan bahwa hingga bulan Oktober tahun ini, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan atau anak tercatat sebanyak 107 kasus. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan total kasus yang tercatat di tahun sebelumnya, yaitu 116 kasus.
“Alhamdulillah, hingga Oktober, angkanya belum melampaui angka tahun kemarin. Sekarang 107 kasus, mudah-mudahan November-Desember ini tidak ada lagi terjadi kasus kekerasan terhadap anak-anak,” ujar Arif.
Jenis kekerasan yang paling sering dilaporkan meliputi kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
Di balik tren penurunan total kasus, data kekerasan mengungkap fakta yang memerlukan perhatian serius. Menurut data yang diterima BP3KB, hampir 50% kekerasan terjadi di dalam lingkup rumah tangga (KDRT).
Lebih mengkhawatirkan lagi, orang tua menjadi pelaku utama dalam 20% dari keseluruhan kasus kekerasan yang terjadi.
Arif menekankan bahwa dampak dari kekerasan orang tua terhadap anak dapat membentuk pola pikir anak di masa depan. “Kalau orang tuanya terbiasa keras terhadap anaknya, maka akan membentuk pola pikir anaknya itu bahwa apapun harus diselesaikan dengan perasaan keras. Ini yang kita banyak memberikan sosialisasi ke warga bagaimana cara mendidik anak yang baik,” jelasnya.
Oleh karena itu, upaya pencegahan harus difokuskan pada pembinaan dan penguatan kapasitas orang tua dalam mendidik anak dengan kasih sayang dan tanpa kekerasan.
Selain kekerasan, BP3KB Lombok Barat juga melaporkan keberhasilan dalam menekan angka perkawinan anak. Data menunjukkan penurunan angka perkawinan anak dari tahun sebelumnya Periode Persentase Perkawinan Anak (dari Total Pernikahan) Tahun 2024 (Data Awal) 6,2% Bulan September (Tahun Berjalan) 4,18%
Meskipun sosialisasi berjalan baik, Arif mengakui adanya tantangan, yaitu perkawinan di bawah tangan (tidak tercatat) dan kasus yang lolos melalui dispensasi nikah di Pengadilan Agama.
Fakta menariknya, Arif mengungkapkan bahwa 50% dari kasus pernikahan anak yang tercatat di Kemenag terjadi karena alasan hamil di luar nikah. Kondisi ini menjadi pemicu utama bagi keluarga untuk mengajukan dispensasi agar anak dapat menikah di bawah usia batas minimum.
BP3KB Lombok Barat kini lebih memprioritaskan upaya menunda perkawinan melalui pendekatan dan pembinaan kepada keluarga rentan sebagai strategi pencegahan utama.












